Pengantin Baru Dengan 5 Masalahnya

P e n g a n t i n B a r u D e n g a n 5 M a s a l a h n y a

Facebook
Twitter
LinkedIn

Masalah pengantin baru adalah sebuah hal yang normal ketika di dalam perjalanan pernikahan ada penurunan kualitas hubungan. Mungkin saat membaca pernyataan di atas ada yang “Haah??!” Gak percaya, atau mungkin merasa tertantang. Pernyataan tadi tentu dapat sangat dimengerti oleh para pasangan yang sudah berpengalaman menikah paling tidak sudah menjalaninya selama 1 tahun. Namun, tidak demikian bagi pasangan yang belum menikah. Sebagian besar pasangan yang belum masuk ke dalam komitmen pernikahan justru menyangkal kemungkinan ini. Mereka secara pribadi menganggap itu tidak akan berlaku bagi ia dan pasangannya.

Kecocokan mereka saat belum menikah membuat mereka sangat percaya diri bahwa pernikahan mereka akan berjalan sangat indah dan sepertinya tidak mungkin menurun kualitasnya. Itu sebabnya mereka seakan shock ketika saat sudah menikah mulai terjadi konflik dan menurunkan tingkat kebahagiaan mereka dalam hubungan suami istri. Proses ini bahkan sering berujung pada perceraian. Harapannya, setelah selesai membaca ini (sampai habis), akan membuat para pasangan yang baru akan menikah atau akhirnya sudah menikah ini lebih siap dan lebih tahu apa yang harus dilakukan mencegah terjadinya masalah maupun yang harus dilakukan agar hubungan yang sedang mengalami penurunan kualitas tersebut tidak terus menurun bahkan bisa kembali meningkat.

Sebagian besar usia pasangan menikah adalah di usia dewasa awal menurut kategori psikologi perkembangan. Para ahli mengatakan usia dewasa awal ada pada rentang usia 20-40 tahun. Dalam rentang itu, ada beberapa isu utama yang menjadi tugas perkembangan seseorang.

Perkembangan sikap dewasa seseorang yang berpengaruh bagi pengantin baru

Menurut Havighurst (1972) ini adalah beberapa tugas perkembangan dari dewasa awal:

  1. Memperoleh kemandirian. Seseorang berusaha untuk menjadi seorang yang mandiri dengan menghidupi dirinya sendiri.
  2. Menetapkan identitas diri, dimana seseorang menjadi lebih mempunyai prinsip suka dan tidak suka, pilihan dan filosofi hidupnya juga menjadi semakin terlihat.
  3. Mengembangkan stabilitas emosional dimana seseorang menjadi lebih stabil emosinya yang menandakan suatu kedewasaan
  4. Meniti sebuah karir dimana ia telah memutuskan akan berada di jalur karir tertentu dengan bekerja pada bidang yang diminati maupun dengan menentukan jurusan kuliah.
  5. Menemukan suatu hubungan yang lebih intim dengan lawan jenis dimana ia menjalin kedekatan dan berkomitmen untuk suatu hubungan jangka panjang dengan seseorang
  6. Menjadi bagian dari suatu komunitas atau organisasi tertentu.
  7. Mulai tinggal sendiri dan mengurus berbagai kebutuhan sendiri di tempat tinggalnya.
  8. Menjadi orang tua dan merawat anak-anak, belajar lagi untuk membangun sebuah keluarga yang beranggotakan anak-anak
  9. Membuat penyesuaian-penyesuaian baru dalam hubungan pernikahan dengan pasangan serta belajar tentang menjadi orang tua

Dari kesembilan poin di atas, setidaknya ada tiga poin yang menunjukkan bahwa dimulai di usia 20 tahun seseorang sudah mulai mengarahkan dirinya untuk berkeluarga dengan berbagai seluk beluk di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa sangat wajar ketika konflik-konflik yang sering dialami oleh mereka yang berusia 20-40 tahun ini berada di aspek relasi dengan lawan jenis, ketidakcocokan dalam rumah tangga, dan sebagainya. Oleh karena itu, memperbanyak wawasan dan belajar keterampilan dalam berbagai hal mengenai keluarga, dan relasi dengan pasangan memang sangat diperlukan di periode usia ini. Dalam kenyataan, pengalaman proses untuk berkeluarga dan pengalaman selama mengarungi masa berkeluarga tersebut berbeda-beda setiap keluarga. Jadi tidak ada resep yang terampuh yang bisa berhasil untuk setiap keluarga. Dengan mengikuti berbagai seminar, talk show, maupun tips dan trik yang bisa ditonton di media sosial bisa membuat pengetahuan bertambah dan perspektif pribadi menjadi lebih luas.

Ilustrasi Pengantin Baru

Mendengar kata persiapan menikah, biasanya identik dengan memperhitungkan jumlah undangan, venue, dresscode, dan sebagainya. Hal-hal seperti di atas lebih tepat jika disebut persiapan acara pernikahan. Sedangkan persiapan menikah yang sebenarnya adalah persiapan masing-masing individu untuk melewati masa pernikahan dan menuju pada tujuan bersama yang dicita-citakan. Hmm..sudahkah kamu membuat tujuan bersama dengan pasanganmu? Atau ada yang pernah berpikir aahh..dia pasti sudah mengerti lah.. Disini lah momen yang sering membuat pasangan terpeleset pada konflik.

Pada perjalanan menikah, tujuan yang sudah dibuat di awal bisa saja bergeser sekian derajat. Apabila tujuan-tujuan itu ditunda untuk dibicarakan sehingga sama sekali tidak terucapkan, kemungkinan besar pergeseran makna dan kebutuhan akan tujuan tersebut akan tidak terkontrol. Apalagi ketika beberapa tujuan itu tidak tercapai dengan mudah di awal masa pernikahan.

Setidaknya ada 5 hal yang sering menjadi alasan berantem dari pengantin baru.

1. Tidak kunjung mempunyai anak

Idealisme pribadi serta tuntutan keluarga seringkali menjadi pemicu seseorang (lebih banyak terjadi di wanita) tanpa disadari mempertanyakan kemampuannya dan mempengaruhi penghargaan terhadap dirinya sendiri. Apalagi jika sang suami tidak peka, tidak memberi afirmasi positif maupun tanggapan-tanggapan yang membesarkan hati. Jika berlangsung cukup lama, permasalahannya bisa merembet ke banyak hal lain.

2. Ada penurunan yang drastis dalam bisnis atau pekerjaan

Goncangnya fondasi finansial yang tiba-tiba akan membuat mimpi-mimpi berdua maupun rencana-rencana yang dibuat masing-masing menjadi buyar. Pengaruh besar dari masalah finansial tidak bisa dianggap remeh. Fondasi keuangan yang tidak stabil tentu akan memberi beban tambahan dalam keseharian pasangan tersebut.

3. Kebutuhan seksual yang belum terkomunikasikan dengan baik

Hal ini seringkali menjadi tabu untuk dibicarakan dan dicari solusinya bersama. Ketika pasangan ini tidak mau membicarakan mengenai kebutuhan dirinya, akan sulit juga baginya untuk mencoba memenuhi kebutuhan pasangan. Dan apabila ini berjalan terus menerus maka tingkat kepuasan sebagai pasangan bisa saja terus menurun.

4. Berbagai perubahan dan tuntutan seiring dengan perkembangan anak

Membesarkan seorang atau lebih anak mungkin perlu waktu bertahun-tahun namun sebenarnya kebutuhan hariannya pun perlu dipenuhi. Terkadang, ada perbedaan antara pendapat dan cara asuh suami dan istri yang tidak kunjung mendapatkan kesepakatan namun anak terus bertumbuh dan kebutuhannya berganti. Hal ini seperti mengundang masalah-masalah baru yang inti dari masalahnya tidak juga dicari dan diselesaikan.

5. Permasalahan masa lalu yang belum selesai

Permasalahan masa lalu ini bisa bertema mantan kekasih, bisa bertema masalah keuangan (utang di bank misalnya), masalah dengan keluarga, dan lain lain. Selama berpacaran bisa ditutupi tanpa pasangan perlu tahu namun saat sudah menikah tidak lagi bisa ditutup-tutupi dan menjadi sumber konflik harian.

Solusi buat pengantin baru

Dengan mengetahui hal-hal di atas belum cukup gaes. Jadiin hal-hal di atas ini topik pembicaraan saat kamu sedang dating dengan pacar. Ini seperti beranda-andai atau seperti mencari masalah ya? Bukan kok, sebenarnya ini kita sejatinya sedang belajar dari berbagai masalah orang lain. Dan dengan mengangkat topik-topik ‘berat’ saat sedang berpacaran kita justru sedang membiasakan diri untuk obrolan dewasa dan khas pasangan suami dan istri. Jangan takut untuk berkonflik dengan pasangan kamu ya. Disini akan terbangun kualitas hubungan yang lebih baik jika keduanya memang memiliki pandangan yang tepat mengenai proses penyelesaian konflik. Jadikan konflik tersebut sebuah sarana buat kita kenal dunia berpikir pasangan kita.

Jadi buat kamu yang sedang merencanakan pernikahan, ingat ya bahwa wawasan tentang dunia setelah menikah itu perlu. Belajar dari mana aja. Belajar dari pengalaman orang tua, teman, tetangga dan gunakan berbagai media yang ada. Lalu bagaimana bila di awal sebelum menikah pasangan ini sudah banyak menambah wawasan, ikut seminar sana sini, baca berbagai buku tentang pengenalan pasangan, namun masih sulit untuk menghentikan menurunnya kualitas hubungan atau kesulitan untuk memulai memperbaiki hubungannya? Masih ada jalan kok. Berkonsultasilah pada profesional. Profesi psikolog maupun konselor pernikahan bisa menjembatani proses penyelesaiannya. Tidak perlu malu dan takut untuk mendatangi praktik psikolog terdekat atau mulai saja dulu dengan jasa konseling online dari psikolog.

Katerina Monroe
Katerina Monroe

@katerinam •  More Posts by Katerina

Congratulations on the award, it's well deserved! You guys definitely know what you're doing. Looking forward to my next visit to the winery!